Air Terjun Murusobe - Sikka

Air Terjun Murusombe adalah air terjun kembar dengan dua terjunan air yang bersebelahan. Ketinggian air terjun ini sekitar 100 m. Dalam bahasa setempat (bahasa Lio) Muru berarti terjun dan sobe berarti lurus seperti balok bambu.

Air terjun ini dapat diakses dari dua jalur, yaitu daru Desa Wolofeo atau dari Desa Feondari. Masing-masing jalur ini memiliki keunikan di jalur trekkingnya. Umumnya jalur Feondari lebih direkomendasikan karena jarak tempuhnya lebih dekat hanya 56 km dari Gelora Samador.

Untuk mencapainya bisa menggunakan kendaraan. Berangkat dari Kota Maumere menuju Kecamatan Tanawawo berjarak kurang lebih 35 Km. Perjalanan dari Maumere akan melewati desa-desa lainnya seperti Nita, Key, Hepang, Ribang, Nangablo dan beberapa perkampungan dengan kondisi aspal mulus. Jalur ini termasuk jalur ramai disiang hari. Maklum saja karena jalur ke Tanawawo merupakan lintasan menuju Kabupaten Ende dimana Danau Kelimutu berada. Berdekatan dengan dengan Tanawawo ada pula Paga Beach dan Pantai Koka. Keduanya memiliki pemandangan pantai selatan Flores yang indah dengan pasir putihnya

Nah, selepas jembatan panjang Kaliwajo, Dwi menyarankan agar kita mengambil arah belok kanan sebagai gerbang masuk ke Tanawawo. Setelah itu ambil jalur lurus terus ke arah Desa Wolofeo. Menurut pengelamannya, untuk menuju ke Loke desa yang berdekatan dengan lokasi air terjun, Anda disarankan ambil jalur sebelum Pasar Tanawawo. Sampai ke Loke kurang lebih 12 km.

Lagi-lagi, infrastruktur jalan masih menjadi kendala seperti desa-desa di Flores umumnya, begitu pula hendak mencapai Poma. Maka eksotiknya Flores dibiarkan saja begitu, mungkin ini yang menarik? Saya berguman.

“Terakhir kami ke sana, jalan masih tanah. Saat hujan, akses ini menjadi sulit dilewati. Hanya sepeda motor atau four wheel drive dan sejenisnya yang sanggup melintasi hingga desa terdekat, yaitu Poma. Kami pernah terjebak berjam-jam di jalan yang telah menjadi tanah liat dan perlu bantuan beberapa penduduk untuk mengeluarkan mobil Avanza kami dari lokasi ini,” kisah Dwi, pria asal Jawa yang bekerja di Swisscontact Wisata Flores Bagian Timur.

Lantas ia menambahkan, “Kalo dulu, beberapa kali ke situ naik mobil, cuma sampai di desa Loke kudu parkir di sana. Perjalanan dilanjut dengan jalan kaki sampai Desa Poma. Ya, kira-kira satu jam untuk yang kuat trekking. Dua jam kalo sambil leha-leha dulu, hehe...”

Ternyata bisa saja nilai ini yang ditawarkan. Sambil jalan-jalan cuci mata dengan pemandangan desa yang bagus, udara yang bersih, gerombolan warga kampung yang baik hati, mama-mama yang selalu memberi senyum tulus dan sekumpulan cerita mengasikan tentang kampung-kampung di Flores umumnya.

“Nah, dari Poma, lanjut jalan kaki melintas desa, kebun dan menyusuri sungai hingga ke air terjunnya. Kira-kira 45 menitan jalan kaki,” tutur Dwi membuyar lamunan. Bayangan tak henti ingin bermimpi pada Loke, "gadis' dusun yang memiliki eksotisme Flores alamiah. Ditempat itu, tergambar kecantikan perawan.

Lokasi

Terletak di Desa Poma, Kecamatan Tanawawo, Kabupaten Sikka, Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Peta dan Koordinat GPS:

Aksesbilitas

Berjarak 45 km dari Maumere di sebelah barat

Maumere-Kaliwajo: ± 35 km, Kaliwajo-Desa Loke: ± 12 km

Dari Maumere dengan mobil/sepeda motor, pilih rute trans Flores ke arah Ende. Sampai di Lekebai (Kec. Mego), anda akan menemukan jembatan ramping panjang bernama jembatan Kaliwajo. Lewati jembatan itu dan langsung berbelok ke kanan jalan.

Terdapat dua rute pilihan: 1. Rute ke pasar Tanawawo. Ini hanya bisa diakses dengan sepeda motor. 2, Rute desa Bhera, sedikit lebih lama treknya tapi kondisi jalan bisa dilalui oleh mobil.

Perjalanan ke desa Loke (pemberhentian pertama) sekitar 1 jam. Nah, mulai dari desa Loke inilah kami harus trekking sekitar 3 - 4 jam menuju air terjun Murusobe tersebut. Kebetulan sekali saat itu ada beberapa masyarakat desa Poma (tempat dimana air terjun Murusobe itu berada) yang baru datang dari kota Maumere. Kami pun trekking bersama hehe..

Tanjakkan, jalan licin berlumpur karena hujan, dan kabut pekat menyertai trekking kami. 3 jam kemudian kami sampai di desa Poma. Rumah-rumah bambu beratapkan seng dan daun rumbia berjajar di sepanjang jalan. Hanya ada beberapa rumah. Tapi mereka sangat ramah. Kebetulan(lagi) saat itu adalah malam tahun baru, jadi masyarakat setempat sedang berkumpul untuk merayakannya. Gema musik khas Maumere, babi guling, moke, tenda, masyarakat tua-muda, semua berkumpul. Sedikit GR sih, karena kami mengira kedatangan kami disambut dengan gegap gempita haha..

Dari desa Poma kami masih harus trekking menyusuri sungai untuk dapat mencapai air terjun Murusobe.

Karena perjalanan memerlukan waktu yang cukup lama, Dwi menyarankan agar menyiapkan bekal sebelum berkelana.“Aku biasanya bawa nasi bungkus untuk makan siang di jalan. Juga aku biasanya bawa kopi, teh, dan rokok saat bertandang di Desa Poma. Karena biasanya penduduk ngajakin ngobrol dan mampir ke rumah mereka. Jadi, aku siap-siap ngasih mereka oleh-olehku itu supaya bisa dinikmati sama-sama. Menarik kan? “ Wah Dwi! Ini jadinya terbayang kan? Jadi ingin hinggap di sana. Jadi tergoda membungkus semua kesannya. Sesuatu yang ingin dicari dan dimiliki. Hmmm....Dengan tinggi menjulang hampir 100 meter, Air Terjun Murusobe menjadi sekian dari obyek wisata Sikka yang patut dijelajahi. Meski belum memiliki sarana jalan yang mendukung, perjalanan panjang untuk mencapai obyek tersebut bisa saja menjadi tantangan para petualang backpacker. Bahkan kisah dipedalaman akan tersulap jadi pengelaman tak terlupakan.

Jalur dari Maumere hingga jembatan Kaliwajo jika berjalan terus kita akan sampai dibeberapa pedesaan lainnya. Di Lekeba’i dan Paga ada sambal khas setempat yang disebut Wogi, bisa dibawah pulang sebagai oleh-ole. Juga berdekatan dengannya, selain Pantai Koka dan Paga adapula ritual penguburan jenazah dalam batu di Desa Nuabari. Juga, kain tenun ikat tradisional desa setempat. Semuanya menjanjikan eksotisme pedesaan Flores yang kental dengan tradisi budaya lokal. Tantangan utama hanyalah medan dan infrastruktrur jalan yang kurang memadai. Lantas, obyek-obyek wisata pun belum di kelola secara baik.

Dwi lantas bercerita banyak tentang pengelamannya menelusuri jejak wisata yang masih terbilang perawan. “Kami pernah mencoba mengunjungi Murusobe dengan akses dari Feyondari. Menarik dan memberi pemandangan yang berbeda. Hanya saja Feyondari aksesnya lebih sulit dan harus siap lebih lama berjalan kaki. Menyenangkan bila dilakukan bersama banyak teman,” katanya

Murusobe merupakan lokasi dimana air terjun kembar berada di Desa Poma.

Selain itu, Murusobe bisa juga dirangkaikan dengan trekking ke Tiwu Sora, Kecamatan Kota Baru, di Kabupaten Ende, berbatasan dengan Kabupaten Sikka. Setelah trekking dan bermalam di desa Deturia, Tiwu Sora, perjalanan dilanjutkan selama empat jam melintasi perbatasan Ende-Sikka dengan berbagai pemandangan menakjubkan di ketinggian bukit, kedalaman hutan, dan luasnya padang savana hingga sampai ke Desa Poma dimana Murusobe berada. Ingin mencoba juga? Siapkan dua hari untuk perjalanan ini, tantang Dwi.

Ya pasti, Murusobe bukan hanya eksotik namun menjanjikan pula perjalanan wisata yang seru dan menantang!

Beberapa hal yang perlu diperhatikan ke Air Terjun Murusobe:

-Siapkan perlengkapan wisata terlebih dahulu

-Lebih asik bepergian dengan beberapa teman..

-Siapkan bekal perjalanan sebelum berangkat..

-Petakan lokasi dengan cermat..

-Jangan ragu bertanya di warga setempat jika ada kendala

-Disarankan pas jika waktu berangkat bukan musim hujan

-Periksa kendaraan agar siap dalam segala kondisi medan

-Bila diperlukan ajak salah satu warga sekitar jadi pemandau dadakan..

(Oss)

Dari Maumere, perjalanan ditempuh melalui jalur ke arah Ende hingga masuk ke wilayah Lekebai. Setelah melewati jembatan panjang, 10 meter ke depan kurangi kecepatan untuk masuk berbelok ke kanan. Inilah jalur masuk menuju Wolofeo maupun Feondari. Dari titik pertigaan tersebut, jarak tempuh dari Maumere adalah 36km. Untuk menuju Wolofeo, arahnya adalah lurus mengikuti jalan besar. Sedangkan ke Feondari, jalurnya adalah belokan pertama masuk ke kanan.

Bagi yang menyukai perjalanan trekking sambil berolahraga dan lintas alam, jalur melalui Wolofeo adalah pilihan yang tepat. Dengan mobil, perjalanan hanya sampai di Desa Loke, Kecamatan Tanawawo. Jangan lupa untuk mencari lokasi parkir yang aman di rumah salah satu penduduk desa. Jalur selanjutnya, karena jalan tanah yang cukup sulit untuk dilalui mobil terutama saat hujan, hanya bisa dilakukan dengan berjalan kaki. Meskipun jalur trekking terasa monoton di awal, namun begitu jalur naik, pemandangan indah kampung Flores dengan keramahan penduduknya yang tak henti menyapa, hamparan padi tadah hujan, semak kaliandra, kebun kopi, coklat, yang diselingi dengan vanili, serta kebun kemiri yang lebat mulai sering menyapa dan sungguh terasa mendinginkan. Desa terdekat dengan Murusobe adalah Desa Poma, desa yang sangat tertata rapi dan cukup bersih. Seluruh perjalanan tersebut ditempuh selama dua jam sejak dari Desa Loke.

Untuk perjalanan melalui Feondari, perjalanan dengan mobil berakhir di Desa Wolonira. Tercatat jaraknya adalah 56km. Selanjutnya, mobil dapat diparkir di halaman penduduk lokal dan perjalanan diteruskan dengan berjalan kaki selama 1 jam hingga sampai di Desa Detukato, desa terdekat dengan Murusobe. Perjalanan berikutnya adalah menuju Murusobe. Baik dari Detukato maupun Poma, perjalanan dapat ditempuh kurang lebih selama satu jam. Perjalanan terakhir ini cukup menyenangkan tapi lumayan melelahkan karena harus naik turun menyusuri sungai dengan meloncati bebatuan kali yang cukup besar yang juga diselingi menyeberang dengan jembatan bambu hingga sampailah kita di air terjun kembar tersebut. Hati-hati dengan gigitan lintah selama menyusuri sungai tersebut. Membawa selalu tembakau untuk melepaskan gigitan lintah sangat dianjurkan. Selain itu, sertakan juga minyak sereh untuk menghindari gigitan nyamuk selama perjalanan menyusuri jalur trekking.

Dari pengamatan kami setelah dua kali datang, debit air kedua air terjun tersebut tidak selalu sama. Saat pertama datang, kedua air terjun sangat deras mengalir hingga membuat tekanan angin yang cukup besar. Saat kedua, aliran air terjun di sebelah kiri lebih kecil dibanding yang satunya. Namun, mungkin inilah saat yang tepat untuk turun dan menikmati mandi di kesegaran deburan air yang jatuh dari tebing di ketinggian kurang lebih 100 meter itu.

Bagi yang berminat ke sana, silakan menghubungi beberapa pemandu lokal di Maumere. Mereka ini diantaranya adalah:

East Flores is full of outback places where you can go roaming in pristine nature. The twin waterfall of Murusobe is one of them. Cascading in a freefall from about 100 meters, this twin will bring out the “child” in you, urging you to jump-in in glee into the water basin from one of its surrounding cliffs. Fittingly, Murusobe, in local Lio dialect, means straight plunge, “muru” means plunge/jump/dive/leap and “sobe” means straight, like a bamboo pole.

In general this is the route that you can take from Maumere:

By taking the route toward Ende from Maumere, you will reach an area called Lekebai, where you can find a long bridge as a landmark, drive ahead for 10 meters and turn right. Ahead is the triple intersection, where you can choose between 2 routes to bring you to Murusobe. This intersection is 36km from Maumere.

About the two routes; if you do not have much time to explore - turn right and follow the road to Feondari, if you have plenty of time and enjoy lots of trekking adventures - stay on the main road and drive straight ahead towards Wolofeo.

Going via Feondari your car/motorbike journey will end at Wolonira Village (total 56km from Maumere). Find a secure parking place at one of the local villagers’ house (more tips on this below) as you will travel on foot from here on for a one hour trek to reach Detukato Village. From Detukato Village continue trekking for about an hour, following the winding path of the river, steadying your balance while leaping from one big river rock to the next, carefully crossing bamboo bridges, to finally reach Murusobe.

Choosing the Wolofeo route your car/motorbike journey will end at Loke Village. Always secure your vehicle next to one of the local residents’ houses. Tell them who you are and where you are heading to and make friends with the local villagers before heading into the ‘woods’ just to be on the safe side. Two hours on foot from Loke will take you to Poma Village. Poma is a neat small village in the midst of the surroundings rain-catcher rice fields, the flowering Fairy Duster Calliandra shrubbery, and lush clusters of coffee, cocoa, vanilla and candlenuts trees.

Natural/Traditional medicine tips: dried tobacco leaves are very handy to get rid of leeches, citronella oil makes a good mosquito repellent.

We recommend venturing to this area with local guides. Murusobe Twin Waterfall is not even frequently visited by the Poma and Detukato villagers. When our WISATA team made our assessment trip to the Twin, we were joined by the many enthusiastic local community members sharing our first time curiosity in exploring Murusobe. These were the Maumere guides that ventured with us:

Sumber :

http://flores-eastnusatenggara.blogspot.com/2010/06/keindahan-air-terjun-kembar-murusobe-di.html