Curug Bangkong - Kuningan

Curug Bangkong memiliki ketinggian 23 meter dengan lebar sekitar 3 meter. Daya tarik utama Curug ini terletak bila musim hujan tiba, dimana debit airnya akan membesar, menciptakan air terjun yang terbelah menjadi dua.

Di depan curug ini terdapat kolam yang cukup luas tempat menampung sementara debit air yang jatuh. Kolam ini cukup dalam dan dapat digunakan untuk berenang dan berendam.

Selain di balik keindahan fenomena di atas, ternyata ada hal yang lain berupa cerita-cerita dari 'dunia lain' yang selalu mewarnai keberadaannya. Kabarnya, banyak pengunjung datang ke curug ini tak sekedar melancong, tapi untuk tujuan lain, seperti mencari berkah dan berburu kesaktian.

Legenda

Menurut cerita dari mulut ke mulut, dahulu kala, ada seorang tua bernama Wiria, berasal dari Ciamis. Ia seorang pertapa, yang sedang berkelana. Secara tak sengaja ia menemukan sebuah air terjun atau curug dalam bahasa Sunda. Ketika itulah batinnya merasa terpanggil oleh kekuatan gaib yang ada di sekitar curug. Wiria yakin itulah tempat yang tepat untuk melakukan ‘tirakatnya’. Pun ia yakin bila di tempat itu pula ia akan dapat ilafat.

Disela-sela tirakat panjangnya, pria berpostur tinggi besar ini menyempatkan diri bergaul dengan masyarakat. Tak hanya itu. Ia pun mendidik masyarakat setempat tata cara membuat gula kawung (gula merah), yang bahan mentahnya melimpah di lingkungan sekitar. Dengan setia pula masyarakat setempat mengikuti ajaran Wira. Sehingga dalam waktu singkat, hampir seluruh penduduk desa pandai membuat gula kawung. Lama-lama pekerjaan itu menjadi mata pencaharian mereka.

Seiring dengan itu, nama Wiria menjadi tokoh yang disegani. Masyarakat memanggilnya Abah Wiria sebagai bentuk penghormatan. Suatu masa, kembali Wiria mendapat panggilan batin untuk melanjutkan tirakatnya. Ia pun kembali ke areal curug. Konon menurut cerita, Abah Wiria melakukan tapa bratanya itu di balik air terjun, dimana disinyalir di balik air terjun itu ada sebuah gua atau lubang tempat Abah Wiria melakukan semadinya.

Berhari-hari bahkan berbulan-bulan Abah Wiria berada di sana. Masyarakat merasa kehilangan seorang tokoh yang selama ini membimbing mereka. Mereka khawatir terjadi sesuatu dengan tokoh yang berjasa tersebut.

Teka-teki keberadaan Abah Wiria pun merebak ke antero desa. Warga lantas berinisiatif mencarinya, akan tetapi sosok Abah Wiria tak kunjung ditemukan. Dugaan bila Abah Wiria menghilang (moksa) karena telah sempurna melaksanakan ritual tapa bratanya.

Banyak yang menyakini bila tubuh orang tua itu telah menjelma menjadi seekor Bangkong (kodok). Hal itu lantaran sepeninggal Abah Wiria, disekitar air terjun itu sering terdengar suara kodok. Padahal selama ini, jarang warga disitu mendengar ada suara kodok dan anehnya ketika suara kodok itu didekati tiba-tiba menghilang.

Berdasarkan dugaan itu, akhirnya air terjun itu diberi nama Curug Bangkong. Dalam perkembangannya bila seseorang mengikuti jejak Abah Wiria bertapa disekitar Curig Bangkong, pastinya akan disambut suara kodok. Nah bila itu yang terjadi, konon sesorang akan bernasib baik, doanya akan dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa.

Lokasi

Terletak di Desa Kertawiratma, Kecamatan Nusaherang, Kabupaten Kuningan, Propinsi Jawa Barat.

Peta dan Koordinat GPS: 7°0'18"S 108°25'28"E

Aksesbilitas

Berjarak + 9 km dari kota Kuningan, atau 44 km dari kota Cirebon atau + 63 km dari kota Ciamis. Pintu masuk ke curug ini terletak di jalan raya Ciamis - Kuningan tepatnya di Desa Kertawirama, dimana pintu gerbangnya terpampang plang bertuliskan Obyek Wisata Curug Bangkong di sebelah kanan jalan jika dari datang dari arah Kuningan. Sedangkan kalau dari arah Ciamis, posisi papan penunjuk tersebut akan terlihat di sebelah kiri jalan, setelah + 3 km melewati kawasan objek wisata Wadukdarma.

Selanjutnya dari pintu gerbang perjalanan diteruskan mengikuti jalan desa dengan posisi menurun. Jarak dari pintu gerbang ini sekitar 700 meter menuju lokasi. Sayangnya di penghujung jalan dimana curug ini berada, sepanjang + 400 m, keadaan lebar badan jalan hanya berkisar 1,25 m. Sehingga dengan demikian, sekalipun jalan tersebut beraspal, hanya kendaraan beroda dua-lah yang bisa sampai ke depan air terjun. Itupun harus ekstra hati-hati karena, di samping berbelok-belok serta turun naik, di kiri dan kanan ruas jalan tersbut ada hamparan sawah.

Tak jauh dari ujung jalan yang menyempit tersebut akan ditemui plang kecil jalan masuk ke lokasi curug. Selanjutnya perjalanan diteruskan dengan berjalan kaki menyusuri jalan setapak sejauh sekitar 1 km yang melewati hamparan sawah,kebun penduduk dan sungai di kiri kanannya hingga tiba di lokasi curug tersebut berada.

Tiket dan Parkir

Tidak ada

Fasiltas dan Akomodasi

Selain jalan yang sempit dan sebagian masih beraspal, di lokasi ini tidak terdapat lahan parkit permanen. Untuk yang membawa kendaraan roda empat dapat memarkiran kendaraannya di berberapa tempat di lahan kosong yang ada tak jauh dari plang kecil jalan masuk curug tersebut.