Curug Sirawe - Banjarnergara

Curug Sirawe berada di dataran tinggi Dieng dengan memiliki ketinggian sekitar 80m. Air yang jatuh dari curug ini menimpa bebatuan dan membentuk kolam kecil di bawahnya.

    • Mata air berasal dari wilayah Banjarnegara, tepatnya dusun Bitingan, desa Kepakisan, Kecamatan Batur

    • Air yang mengalir manjadi curug sudah masuk wilayah Batang, tepatnya dusun Sigemplong, desa Pranten, kecamatan Bawang

Karena proses pemikiran tersebut curug Sirawe jatuh ke pangkuan Batang. Tetapi pihak Batang tidak serta merta membangun sarana dan prasarana yang menunjang aktivitas pariwisata di tempat ini, apalagi mempromosikanya. Curug ini dibiarkan saja seperti aslinya. Mungkin Batang sudah berpikir antara anggaran yang dikeluarkan tidak sebanding dengan hasil yang akan didapat. Tetapi entah nanti jika Batang berubah pikiran :). Jika dipikir, untuk membangun proyek besar ini sebagai obyek wisata yang potensial di kabupaten Batang, maka Batang harus memperbaiki jalan antara Bawang – Bintoro – Sigemplong, atau jalan antara Bawang – Pranten – Sigemplong dan jembatan di selatan desa Pranten yang entah bagaimana kabarnya :)

Review nya bisa dilihat disini : Desa Pranten

Berbicara akses ke curug Sirawe, ada 2 jalur yang bisa dilewati. Pertama jalur Pawuhan (Geodipa) – Siglagah – Sigemplong. Dari Pawuhan dihadapkan jalanan aspal dan cor beton yang mengelupas. Sesampai Sigemplong kendaraan berhenti disini, dilanjut dengan jalan kaki ke atas desa, ke lereng gunung Sipandu. Kemudian menyusuri jalan setapak alternatif penghubung desa Sigemplong dan desa Bitingan. Jalur ini sulit dan jauh. Akan lebih sulit dan berbahaya di musim hujan.

Jalur kedua bisa lewat Kepakisan – Kawah Sileri - Bitingan. Jalur ini lebih dekat dari jalur Sigemplong. Jalanan aspal mengelupas tetap bisa dijumpai dari pertigaan kawah Sileri sampai desa Bitingan. Sampai desa Bitingan semua kendaraan berhenti, menuju curug dilanjut dengan jalan kaki.

Kedua jalur tersebut sama sulitnya ketika memasuki turunan curug Sirawe, terlebih jika musim hujan.

Mengenai hal lain, curug ini gabungan dari air panas dan air dingin serta 2 air terjun yang berjejer. Air panas berasal dari proses geothermal di pegunungan Dieng, dan air dingin dari sungai biasa. Yang saya lihat, disekitar curug masih terjaga hutan heterogen khas dengan pohon pohon besarnya.

Setelah dari sini bisa melanjutkan perjalanan ke arah barat ke Telaga Merdada. Sebelumnya sempatkan pula mampir di Kawah Sileri yang baru-baru ini meletus. Tenang, letusan ini tidak tampak menimbulkan kerusakan yang berarti. Telaga Merdada merupakan telaga terluas di kawasan dengan luas 25 ha dan kedalaman 2-10 meter. Telaga ini juga masih berda di kawasan kabupaten banjarnegara. Telaga Merdada indah dan bersih, akan tampak beberapa orang yang memancing disana.

Lokasi

Terletak di Dusun Bitingan, Desa Kepakisan, Kecamatran Batur, Kabupaten Banjarnegara, Propinsi Jawa Tengah.

Peta dan Koordinat GPS:

Aksesbilitas

Perjalanan menuju curug dapat ditempuh dengan motor dan dilanjutkan dengan berjalan kaki. Jalan menuju curug belum terjamah aspal sehingga perjalanan akan perlu perjuangan. Begitu pula saat harus berjalan kaki menuju curug. Jalan setapak di dalam hutan yang masih rimbun cukup menyulitkan namun tetap bisa dilalui. Setelah hampir setengah jam berjalan akan mulai terdengar suara air mengalir deras

Kami pun segera berkemas. Sebelum berangkat, kami berembuk memilih jalur yang bakal ditempuh. Pertama, menggunakan jip dari Dukuh Pawuhan menuju Dukuh Bitingan, Desa Kepakisan, Batur Banjarnegara. Dari tempat itu, perjalanan diteruskan dengan berjalan kaki menuju air terjun, lalu ke hutan perawan, kemudian Dukuh Sigemplong (Kabupaten Batang) dan berakhir di Kecamatan Bawang, Batang.

Jalur kedua, langsung berjalan kaki dari Dukuh Pawuhan menuju Dukuh Rejosari-Dukuh Sigemplong (keduanya masuk wilayah Kabupaten Batang), Air Terjun, Hutan Perawan, dan berakhir di Kecamatan Bawang.

Saat itu kami putuskan untuk memilih jalur pertama. Pagi itu jip yang kami tumpangi meluncur pelan, menyusuri jalan utama menuju Desa Kepakisan. Jalur yang kami pilih memang tidak dilewati angkutan umum. Dari pertigaan Dukuh Simpangan, Karangtengah, angkutan yang tersedia menuju Kecamatan Batur via Desa Kepakisan-Pekasiran hanya berupa mobil sayur dan ojek.

Semula jalan yang kami lalui mulus-mulus saja. Tantangannya juga tidak seberapa. Paling hanya ada tanjakan dan turunan tajam. Tapi benar, setelah itu medannya berat. Ketika Mulai berbelok di jalur menuju ke Dukuh Bitingan, jalan sudah tidak beraspal lagi. Jip yang mengantar kami juga harus merambat lebih pelan dan berhati-hati ketika menyusuri jalan berbatu menuju hutan perawan.

Di tengah perjalanan, kami berhenti sejenak untuk menyaksikan Kawah Sileri. Kawah dengan areal yang cukup luas itu sudah masuk kawasan Dukuh Bitingan. Kawah disebut Sileri karena airnya berwarna putih, seperti air cucian beras (leri). Kepulan asap panas bumi yang muncul dari dalam kawah terlihat begitu menawan. Di sana juga tersedia semacam shelter untuk wisatawan.

Setelah puas, kami segera melanjutkan perjalanan. Kanan-kiri jalur masih berupa lahan kentang. Belum juga terlihat tanda-tanda ada hutan perawan di kawasan tersebut.

Beberapa saat kemudian, sampailah kami di Dusun Bitingan. Dari tempat itu, jip yang kami gunakan, tidak bisa meneruskan perjalanan dan harus kami titipkan kepada warga setempat. Perjalanan menuju hutan perawan kami lanjutkan dengan berjalan kaki.

Melawati jalan setapak di tengah lahan kentang, pandangan kami masih mencari di mana jalur menuju hutan perawan tersebut. Memang terlihat dari atas, tiga air terjun ada di kawasan itu. Namun jalur menuju tempat yang dimaksud itu tidak mudah ditemukan.

Ternyata jalurnya memang agak "tersembunyi", tertutup oleh rerimbunan ilalang dan sulur pohon rotan. Jalan juga mulai menurun, mengikuti lereng Gunung Sipandu.

Pemandangan nan menawan hati dan membuat saya berdecak kagum terdapat di balik rerimbunan semak tersebut. Sebuah terowongan alam yang tersusun dari puluhan bahkan ratusan sulur pohon rotan, seakan menjadi gerbang penanda bahwa kami mulai memasuki kawasan hutan.

***

PERJALANAN menuju Curug Sirawe memang bak memasuki dunia baru, kawasan yang jarang dilewati orang dan jauh berbeda dari kondisi Dataran Tinggi Dieng pada umumnya. Yang ada hanya berupa jalan setapak. Bahkan tak jarang, beberapa ranting atau semak menutup jalur yang akan kami lalui.

Pemandangan yang terpampang di sepanjang jalur sungguh membuat kami merasa seperti tidak berada di kawasan Dataran Tinggi Dieng. Kawasan tersebut benar-benar tertutup rapat oleh hutan. Pandangan pun terbatas oleh pohon-pohon besar dan berbagai macam tanaman. Posisinya yang berada di lereng terjal, membuat kawasan itu belum "tersentuh" oleh pertanian intensif.

Beberapa puluh menit kemudian, kami pun hampir mencapai Curug Sirawe. Jalanan semakin terjal, bahkan kami harus benar-benar hati-hati agar tidak terpeleset. Jalur itu memang seperti jalur saat kita turun gunung. Bagi kami, tantangan itulah yang semakin menarik untuk ditelusuri. Terlebih saat air terjun sudah mulai tampak. Gemericik suara curug yang bersumber dari gabungan mata air dingin dan panas itu, membuat hati ingin cepat-cepat tiba di sana.