Belajar dari KHD

Sumber: id.wikipedia.org

Kuliah Umum Dr. Iwan Syahril, Ph.D. , Belajar dari Ki Hajar Dewantara

Tut Wuri Handayani merupakan semboyan dari Ki Hajar Dewantara yang kemudian dijadikan sebagai pelengkap logo Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Lengkapnya, Ing ngarsa sung tuladha yang menurut Ki Hajar seorang pendidik itu di depan harus memberikan contoh yang lebih baik. Kedua, Ing madya mangun karsa yang berarti pendidik harus memberi semangat/menjadi motivator bagi siswa. Ketiga, tut wuri handayani artinya pendidik harus memberikan dorongan kepada siswa sehingga menjadi lebih mandiri, berdaya dan merdeka.

Ada tiga hal guru dalam pespektif merdeka belajar, yaitu yang pertama memandang anak dengan rasa hormat. Ini menunjukkan kekuatan untuk berpusat pada anak atau student centered learning. Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara yaitu perpaduan antara Nature dan Nurture. Pendidikan itu hanya bisa menuntun namun faedahnya bagi hidup tumbuhnya anak sangat besar. Sedangkan pendidik itu ibarat petani. Misalkan seorang petani yang menanam padi di sawah hanya bisa menuntun tumbuhnya padi. Ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi hama yang mengganggu hidup tanaman. Meskipun pertumbuhan tanaman padi dapat diperbaiki, tetapi ia tidak dapat mengganti kodrat iradatnya padi. Ia tidak dapat mengubah padi yang ditanamnya itu tumbuh sebagai jagung, begitu pula sebaliknya karena mengganti kodratnya padi itu tetap mustahil. Jadi pada akhirnya seorang pendidik itu harus bebas dari segala ikatan, sengan suci hati mendekati sang anak, tidak untuk meminta suatu hak, namun untuk berhamba kepada sang anak.

Kedua, guru dalam mendidik harus secara holistik. Pendidikan yang holistik maknanya harus mencakup budi pekerti. Pendidikan harus menajamkan pikiran, menghaluskan rasa dan menguatkan kemauan. Pendidikan harus berkuasa dalam menguatkan kemauan, jadi jangan sampai memiliki kecerdasan yang tinggi tapi kemauannya rendah. Justru mereka yang memiliki kecerdasan yang biasa-biasa saja dan memiliki kemauan/keteguhan yang kuat akan menjadi orang yang sukses.

Ketiga, mendidik secara relevan/kontekstual. Maknanya adalah pendidikan harus bisa menghadapi perubahan-perubahan yang berkelanjutan.

Inilah yang harus menjadi bahan refleksi bagi para guru, sekolah, sistem pendidikan dan pengambil kebijakan apakah pendidikan yang ada saat ini sudah sesuai dengan konsep relevansi dengan kodrat alam dan zamannya. Apalagi perubahan teknologi menjadi pendorong utama perubahan yang ada saat ini. Yang dipelajari saat ini akan cepat usang dan digantikan dengan pengetahuan yang baru.

Pertanyaan besarnya adalah apakah sekolah kita saat ini bisa menjawab tantangan masa depan, apakah sekolah kita masih terjebak konsep "pabrikan" atau konsep satu untuk semua. Kita tidak akan bisa menjawab tantangan revolusi industri 4.0. Oleh karena itu diperlukan "lompatan" untuk mencapai 4.0.